Dituduh Menahan Tanpa Dasar, Edan Law Gugat Kajari Kota Batu

Sumardhan saat memberikan keterangan pers terkait gugatan praperadilan pada Kajari Batu, Kajati Jatim dan Kajagung RI.

MALANG (SurabayaPost.id) – Advokat dari Kantor Edan Law Malang melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Kota Malang, Selasa (15/6/2020). Yang digugat tidak tanggung-tanggung, tiga institusi kejaksaan sekaligus.

Mereka adalah Kajari Kota Batu sebagai tergugat 1, Kajati Jatim selaku tergugat II. Sedangkan tergugat III adalah Kajagung RI. Gugatan permohonan praperadilan itu didaftarkan pada Senin (15/6/2020) dengan nomor Perk.No.2/Pid.Pra/2020/Pn Mlg

Para advokat dari Edan Law Malang yang mengajukan gugatan itu adalah Sumardhan SH, Suliono SH, Ari Hariadi SH dan Jumadhi Arahab SH. Mereka merupakan kuasa hukum dari Nafian dan Sunarko yang ditahan Kajari Kota Batu terkait kasus laporan pengrusakan.

Menurut Sumardhan, kliennya –Nafian dan Sunarko– ditahan oleh Kajari Batu tanpa dasar yang jelas. “Mereka ditahan secara semena-mena,” kata Sumardhan saat didampingi beberapa advokat lainnya.

Dijelaskan Sumardhan bahwa laporan pengrusakan itu berawal dari sengketa tanah di kawasan Kelurahan Temas, Kecamatan Batu, Kota Batu. Lahan seluas 2.360 M2 itu merupakan peninggalan orang tua Nafian, yaitu Darip (alm).

Untuk mengurus sertifikat lahan tersebut, Nafian minta tolong Sunarko. Setelah surat-surat bukti kepemilikan selesai diurus, terkendala masalah jalan akses masuk lahan tersebut.

Itu karena, kata Sumardhan, lahan tersebut terhimpit bangunan ruko dan Perumahan New Dewi Sartika. Untuk itu, Sunarko membeli jalan akses masuk pada Perum New Dewi Sartika seharga Rp 110 juta.

Untuk itu, Sunarko pada tanggal 19 Juli 2019 membongkar tembok milik Perum New Dewi Sartika. Pembongkaran tembok itu dilaporkan pengrusakan oleh Sanjaya Gunawan ke Polres Kota Batu pada tanggal 11 September 2019.

Bahkan, Sunarko dan Nafian tak hanya dituduh melakukan pengrusakan. Namun, mereka juga dilaporkan menggunakan surat palsu terkait kepemilikan lahan tersebut.

Berdasarkan laporan tersebut, kata Sumardhan, dua kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka. Meski ditetapkan sebagai tersangka, kata dia, mereka tidak ditahan oleh Polres Batu, karena selama ini kooperatif.

“Klien kami justru ditahan setelah dilimpahkan ke Kejari Kota Batu. Mereka ditahan sejak 11 Juni 2020 sesuai surat perintah penahanan,” jelas dia.

Dia menegaskan bahwa penahanan itu tidak wajib menurut hukum, kecuali secara subyektif dan objektif terpenuhi. Alasan Sumardhan karena tersangka tidak mungkin melarikan diri, menghilangkan alat bukti dan mengulangi tindak pidana yang dituduhkan.

Selain itu, kata dia, Kajari Batu tidak mengindahkan surat edaran Menkes dan peraturan Menkum HAM terkait wabah Covid-19. Itu tentang pemberian asimilasi dan hak integrasi bagi Napi.

“Sesuai surat edaran dan aturan tersebut menghendaki agar jumlah tahanan di LP berkurang. Kalau Kajari Batu melakukan penahanan lagi, itu berarti melanggar aturan,” jelas dia.

Di sisi lain, kata dia, obyek yang menjadi dasar laporan dalam perkara ini masih menjadi sengketa perdata di Pengadilan Negeri Kota Malang. “Sengketa itu antara ibu pelopor (Liem Linawati) dengan klien saya,” jelas dia.

Berdasarkan hukum, tandas dia, semestinya penuntutan pidana itu dihentikan sementara. Itu karena ada perselisihan prayudisial. “Jadi perdatanya dulu diselesaikan. Setelah itu baru pidanya. Itu sesuai Perma no 1 tahun 1956,” jelas Sumardhan.

Karena itu, Sumardhan menilai tindakan kejaksaan menahan Nafian dan Sunarko merupakan perbuatan melawan hukum. Sehingga penahanan tersebut harus dinyatakan tidak sah menurut hukum.

“Makanya kami minta Ketua Pengadilan Negeri Kota Malang mengabulkan permohonan praperadilan ini. Menyatakan bahwa penahanan itu tidak sah dan memerintahkan kejaksaan mengeluarkan tersangka dari tahanan,” pungkasnya. (Lil/aji)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.