Praktisi Hukum Kritisi Kasus OTT BPPKAD Gresik

Praktisi Hukum Hariyadi SH, Mhum
Praktisi Hukum Hariyadi SH, Mhum

GRESIK (SurabayaPost.id)–Kasus upah pungut yang menjerat Plt Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah (BPPKAD) Muchtar, menyita perhatian publik dan sejumlah praktisi hukum. Hariyadi, salah satu praktisi hukum asal Gresik menilai, kasus yang disangkakan Mochtar dinilainya tidak tepat dan bias.

Hasil dari berbagai sumber dilingkungan Pemkab Gresik Hariyadi mengungkapkan, upah pungut yang diterima oleh yang berhak sudah tidak ada masalah. Secara hukum formil maupun materiel tidak ada yang melanggar. “Secara formil sudah ada bukti transfer, secara materiel sudah diambil. Berarti upah pungut sudah diterima kepada yang berhak. Itu kan sudah menjadi hak pribadi, tidak ada sangkut pautnya dengan negara maupun kepada penyelenggara negara, itu jelas sekali,” ungkap Hariyadi menanggapi kasus yang saat ini menjadi perhatian publik Gresik, Rabu (16/1).

Kemudian, lanjut praktisi hukum gaek ini, jika memang ada pribadi-pribadi yang tidak bisa menerima dengan pemotongan itu mereka bisa melapor. “Kalau uang itu diminta baik secara halus maupun secara paksa yang tidak terima  harus kan lapor, keberatan atau diperes. Kan harusnya begitu, dan itu menjadi tindak pidana umum,” urainya.

Dan ia mengaku heran bagaimana kasus yang melilit Mochtar ini menjadi tindak pidana korupsi. Dan sekarang uang itu sekarang dikumpulkan mau dibuat apa itu sudah menjadi hak yang menerima hak. “Saya tidak tahu dari sisi mana kasusu ini menjadi kasus tindak pidana korupsi. Kan terserah uang itu mau digunakan apa, karena sudah menjadi hak pribadi penerima,” jelasnya.

Upah pungut diterima, ujar Hariyadi kejadian penggeledahanya adalah pasca upah pungut diberikan. Menurutnya uang tersebut hendak digunakan apapun adalah hak mereka karena sudah menjadi haknya. “Kan kejadianya (penggeledahan) pasca upah pungut diterima. Upah pungut resmi, ada PP, Perda, Perbup dan itu berlaku diseluruh Indonesia. Tidak ada yang salah,” tegasnya.

Kecuali, ungkapnya sebelum disetor melalui rekening lalu dipotong dulu itu baru bisa dijerat pasal tindak pidana korupsi. “Kecuali belum disetor lalu dipotong itu bisa dijerat pasal tindak pidana korupsi. Dan ini kan pasca yang sudah menjadi hak pribadi,”

Sedangkan sekarang yang disangkakan kepada Mochtar adalah Pasal 12 huruf e 12 huruf f Undang-undang Tipikor No 31 Tahun 1999 Jo UU No 20 tahun 2001. Hariyadi berpendapat pasal tersebut mengandung makna sempit jika digunakan untuk menjerat kasus upah pungut. Alasanya upah pungut sudah diterima sesuai prosedur lalu digunakan untuk kepentingan yang menerima.

“Kemungkinanya uang itu dikumpulkan untuk kegiatan kelompok mereka. Mungkin dibuat acara entah itu rekreasi atau apapun. Menurut saya itu wajar, dan itu biasa dimana-mana seperti itu, karen tidak merugikan keuangan negara. Kalau kumpul-kumpul uang seperti ini dijerat dengan pasal pidana, maka bakal banyak yang terjerat pidana,” pungkasnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.