Kejari Batu Bantah Terlibat Penjualan Tanah Lapangan di Desa Oro – Oro Ombo 

Foto : Kasi Intel Kejari Batu, Muhammad Januar Ferdian.(Gus)
Foto : Kasi Intel Kejari Batu, Muhammad Januar Ferdian.(Gus)

BATU ( SurabayaPost.id) – Kejaksaan Negeri Batu membantah terkait pengakuan Wiweko Kepala Desa Oro – Oro Ombo soal  pendampingan pendapat hukum penjualan tanah warga desa setempat, senilai Rp 10,5 miliar dan pihak desa kecipratan Rp 8,5 miliar.

Bantahan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batu Didik Adyotomo melalui Kepala Seksi Intelejen (Kasi Intel) Kejari Batu Muhammad Januar Ferdian ini,pada Jumat (7/2/2025) saat dikonfirmasi dikantornya.

“Maaf Kejaksaan Negeri Batu belum pernah mendampingi atau memberi pendapat hukum terkait penjualan tanah warga senilai Rp 10,5 miliar tersebut,”ujar Januar sapaannya, Jumat (8/2/2025).

Itu ujar dia, terkait penjelasan ini,  tujuannya supaya informasi tersebut menjadi liar, dan  ini harus segera diluruskan .

Sebagai informasi terkait  penjualan tanah lapangan di Desa Oro-Oro Ombo,Kecamatan Oro-Oro Ombo, sebesar Rp 10, 5 miliar, dah pihak desa kecipratan Rp 8,5 miliar, menjadi spekulasi pertanyaan banyak pihak.

Seperti diketahui, lapangan tersebut sebelumya digunakan aktivitas berbagai kegiatan olahraga masyarakat sekitar. Lantas setelah dijual langsung dilakukan pemagaran oleh pihak pembeli

Dengan berpindah kepemilikannya kepada pihak lain, sumber informasi yang tidak mau disebut jati dirinya sangat menyayangkan lantaran aktivitas olahraga warga sekitar terhenti.

“Yang jadi pertanyaan banyak pihak. Apakah tanah tersebut merupakan aset desa yang telah dijual?  ataukah sejak awal tanah itu memang milik perorangan,” tanya sumber ini.

Menariknya, terkait hal ini, yang menjadi pertanyaannya, ketika tanah tersebut merupakan aset desa setempat, terkesan begitu mudahnya dalam menjual aset desa? ketika tanah milik pribadi perorangan,begitu mudahnya orang tersebut memberi uang kepada pihak desa sebesar Rp 8,5 miliar dari harga jual tanah senilai Rp 10 miliar lebih, dan itu uang apa, dan apa kaitannya dengan pihak desa?

“Saya harap aparat penegak hukum melakukan penyelidikan dalam hal ini, lantaran ada hal yang janggal , sehingga bisa jelas tanah tersebut siapa tuanya,” ungkapnya.

Sementara,menanggapi hal ini. Kepala Desa Oro-oro Ombo, Wiweko membenarkan bahwa tanah tersebut dijual dan pihak desa mendapat uang senilai Rp 8,5 miliar berdasarkan kesepakatan dengan pemilik perorangan.

“Tanah tersebut bukanlah aset desa, melainkan milik perorangan. Sertifikat tanah itu memang bukan atas nama desa,tetapi milik orang lain. Kami sudah mengurus ini selama lima tahun agar bisa dinyatakan sebagai aset desa, tetapi pemiliknya tidak mau menyerahkan, karena merasa telah ditipu oleh oknum perangkat desa sebelumnya, yang sekarang sudah almarhum,” ujar  Wiweko.

Lantas ujar dia,karena tanah itu bukan milik desa, sehingga pemerintah desa mengupayakan jalan tengah. Melalui musyawarah desa (Musdes) dan musyawarah dusun (Musdus) serta koordinasi dengan pihak Kejaksaan Negeri Batu.

“Dalam musyawarah desa tersebut, masyarakat sepakat untuk menjual tanah, dengan sebagian besar hasilnya diberikan kepada desa senilai Rp 8,5 miliar, dari besaran harga tanah terjual sebesar Rp 10,5  miliar,” katanya.

Terkait mekanisme ini, kata dia sudah meminta pendapat hukum dari kejaksaan sebelum mengambil keputusan.

“Dalam rapat, kami juga mengundang Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan pemilik lahan sebelumnya untuk membahas penyelesaian yang terbaik,” lanjutnya.

Ketika ditanya jika tanah itu bukan aset desa,mengapa pemerintah desa ikut berembuk dalam penjualannya? bahkan mendapat bagian lebih besar daripada pemiliknya?

“Pada masa lalu tanah tersebut memang sempat disebut sebagai pengganti lapangan lama aset, tetapi secara administratif tidak ada dokumen resmi yang membuktikan hal tersebut,” dalih Wiweko.

Dulu tanah tersebut disebut-sebut sebagai pengganti lapangan lama, tetapi tidak ada dokumen yang menyatakan bahwa tanah ini diserahkan secara resmi untuk menggantikan lapangan yang hilang. 

“Akhirnya ya dipakai saja selama ini untuk kepentingan masyarakat. Mengingat pada saat lapangan lama diminta oleh perangkat desa kala itu, sempat terjadi aksi protes dari warga.
Saya juga ikut demonstrasi saat masih muda dulu. Kalau tidak ada aksi itu, mungkin desa kita tidak punya lapangan sama sekali,” tegasnya.

Itu tegas dia,dalam musyawarah desa, disepakati bahwa tanah tersebut akan dijual dengan harga sekitar Rp 10 miliar lebih.Berdasarkan dokumen resmi, hasil penjualan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya, yakni Rp 8,5 miliar untuk desa, dan sisanya untuk pemilik.

“Kami sudah bekerja sama dengan notaris serta pemilik tanah untuk memastikan proses ini sah secara hukum.Dari total nilai penjualan, desa akan menerima bagian yang lebih besar,sesuai hasil musyawarah kurang lebih Rp 8,5 miliar sekian,” tuturnya.

Sesuai keputusan musdes, lanjut dia, uang hasil penjualan akan digunakan untuk membangun lapangan berstandar nasional di atas tanah yang sudah jelas statusnya sebagai aset desa Oro-Oro Ombo. Jika ada sisa dana,maka akan digunakan untuk membeli tanah lagi agar bisa menjadi aset desa secara permanen.

“Rencana pembangunan lapangan baru masih dalam proses,dan uangnya tersebut sudah dicairkan.
Untuk saat ini, lokasi pembangunan lapangan baru masih belum diputuskan, dan itu sudah diurus pada notaris, dan uangnya ada di bendahara desa,” tutupnya. (Gus)