Demi Sang Buah Hati, Seorang Ibu di Malang Tempuh Jalur Hukum Demi Hak Asuh Anak

Sumardhan, SH, MH, saat menggelar konferensi pers terkait perjuangan seorang ibu demi hak asuh anak
Sumardhan, SH, MH, saat menggelar konferensi pers terkait perjuangan seorang ibu demi hak asuh anak

MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Demi sang buah hati, seorang ibu asal Kecamatan Blimbing Kota Malang, Jawa Timur, bernama Diana Malayanti tengah menempuh jalur hukum untuk memperjuangkan hak asuh putranya, AJM (13). Bahkan melalui kuasa hukumnya, Sumardhan, SH, Diana kini tengah menempuh jalur hukum hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA) RI.

Permasalahan hak asuh anak tersebut bermula pada saat 4 Juli 2012, Diana resmi bercerai dengan suaminya, Ahsanul Amala. Yang kemudian pada Oktober di tahun yang sama, Diana mengajukan gugatan terkait hak asuh anaknya.

Melalui serangkaian proses, Pengadilan Agama (PA) Malang pada tanggal 21 Mei 2013, merestui gugatan sang Ibu. Dan hak asuh AJM pun resmi berada pada ibunya. Selain itu, berdasarkan putusan hakim PA Malang, sang ayah juga menerima hukuman.

“Yakni membayar nafkah anak tersebut kepada Penggugat sebesar Rp 1.500.000 setiap bulan. Tapi setiap tahun ada kenaikan 10 persen. Hingga sang anak berusia 21 tahun. Itu di luar biaya pendidikan dan kesehatan,” ujar Sumardhan, saat menggelar konferensi pers, Jumat (15/12/2023).

Namun sayangnya, hukuman yang dijatuhkan oleh hakim PA Malang tidak sepenuhnya dijalankan oleh ayah AJM. Dimana kenaikan nafkah sebesar 10 persen itu pun tidak diberikan sejak tahun 2015 hingga Desember tahun 2022 lalu.

“Jadi hanya memberikan tambahan nafkah pokok sebesar Rp 250.000 dari tahun 2019 sampai dengan Bulan Desember tahun 2022. Penggugat tidak melaksanakan isi putusan membayarkan uang gedung dan SPP sekolah anak,” ucap advokat senior dari Kantor Law Firm Edan Law tersebut.

Sumardhan, SH, MH bersama kliennya saat menceritakan kronologis perjuangan seorang ibu demi hak asuh anaknya
Sumardhan, SH, MH bersama kliennya saat menceritakan kronologis perjuangan seorang ibu demi hak asuh anaknya

Advokat yang akrab disapa Mardhan itu menambahkan, sejak Januari tahun 2023 lalu, AJM tidak lagi menerima dari ayahnya hingga saat ini. Dimana seharusnya, jika dikalkulasi dengan kenaikan 10 persen setiap tahun, seharusnya AJM menerima nafkah dari ayahnya sebesar Rp 3.500.000 per bulan.

“Sehingga jika dikalkulasi selama waktu itu, nafkah yang seharusnya diterima oleh AJM kurang lebih sebesar Rp 42 juta,” imbuh pria yang juga calon Wakil Bupati Sumbawa Barat tersebut.

Namun sayangnya ayah AJM tidak berhenti disana saja. Pada April 2023, Ia malah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tinggi Agama Surabaya untuk membatalkan perwalian anaknya yang sudah ada di ibunya. Dalam serangkaian proses persidangan, sang anak pun juga turut dihadirkan.

“Pada 12 Juli 2023, sang anak dihadirkan dan diminta datang oleh hakim. Diperiksa sendiri, dan si anak ditanya oleh hakim, ia (AJM) mengaku ingin tinggal bersama ibunya. Namun dalam putusan itu, hak asuh atau perwalian malah diberikan ke bapaknya,” terangnya.

Mengacu pada hal tersebut, pihaknya melihat bahwa PA Malang maupun Pengadilan Tinggi Agama Surabaya tidak mempertimbangkan beberapa hal. Terutama berkaitan dengan dampak psikologis si anak jika hak asuh diserahkan kepada ayahnya.

“Ayahnya yang notabene sudah mempunyai isteri baru. Dan ini akan menjadi masalah besar ketika pada saat pelaksanaan eksekusinya karena yang akan di eksekusi Anak bukan Barang,” tutur Sumardhan.

Konferensi pers yang digelar advokat dari kantor Edan Law di Jl Karya Timur Wonosari II No.1, Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur
Konferensi pers yang digelar advokat dari kantor Edan Law di Jl Karya Timur Wonosari II No.1, Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur

Selain itu, mengacu pada pasal 105 Kompilasi Hukum Islam, seorang anak yang sudah mumayyiz atau yang telah berusia sekitar 7 tahun, berhak menentukan untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Apalagi, sang ibu yang sudah merawat AJM selama ini tidak melanggar sesuatu yang disebut dalam pasal 109.

Bahwa Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian seseorang atau badan hukum dan memindahkannya kepada pihak lain atas permohonan kerabatnya bila wali tersebut pemabuk, penjudi, pemboros, gila dan atau melalaikan atau menyalah gunakan hak dan wewenangnya sebagai wali demi kepentingan orang yang berada di bawah perwaliannya.

“Lha ini ibunya kan tidak melakukan hal itu semua. Malah ibunya memiliki penghasilan sendiri, sang anak juga telah berusia 13 tahun memilih diasuh ibunya, malah hakim Pengadilan Tinggi Agama Surabaya mencabut perwaliannya,” kata Sumardhan.

Dirinya pun menilai bahwa perkara tersebut seharusnya nebis in idem. Dimana suatu perkara yang tidak dapat diperiksa kedua kalinya. Untuk itulah, dirinya mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung RI.

“Memohon kepada Ketua Mahkamah Agung RI agar membatalkan putusan Pengadilan Agama Malang No.744/Pdt.G/2023/PA.Mlg dan Putusan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya No. 426/Pdt.G/2023/PTA.Sby,” pungkas advokat yang berkantor di Karya Timur Wonosari II No.1, Purwantoro, Kec. Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur tersebut. (Lil)