Kejagung Bongkar Mafia Minyak Goreng, Diduga Melibatkan se Orang Oknum Pejabat Kemendag

 

JAKARTA (SurabayaPost.id) – Kejaksaan Agung (Kejagung) bongkar mafia yang menjadi biyang  penyebab kelangkaan dan tingginya harga minyak goreng di Indonesia. Dan kasus ini di duga melibatkan seorang oknum pejabat di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Praktis oknum Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen PLN Kemendag) berinisial IWW itu sudah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau minyak goreng.Dia dijerat bersama dengan 3 orang lain dari pihak swasta.

Penetapan para tersangka tersebut, di umumkan langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin.Burhanuddin mengatakan perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian perekonomian negara.

“Perbuatan para tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian negara atau mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat,” ujar  Burhanuddin,Jakarta, Selasa (19/4/2022).

Itu, kata dia, 3 tersangka dari pihak swasta adalah, inisial MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Inisial SMA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG), Inisial PT selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

“Kasus ini berawal pada akhir 2021 dimana terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar yang membuat pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO atau domestic market obligation dan DPO atau domestic price obligation bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya,” paparnya.

Selain itu, papar dia,Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.

“Dalam pelaksanaannya perusahaan ekportir tidak memenuhi DPO namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” beber dia.

Dengan izin ekspor itu, kata  Burhanudin stok minyak goreng di tanah air berkurang karena banyak diekspor ke luar negeri.

“Kejagung mengusut perkara itu kemudian menetapkan 4 tersangka.Para tersangka itu diduga melanggar Pasal 54 ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a, b, e, dan f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan,” lanjutnya.

“Selain itu, para tersangka diduga melanggar Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 129 Tahun 2022 juncto Nomor 170 Tahun 2022 tentang Penetapan Jumlah untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation) dan Ketentuan Bab II Huruf A angka (1) huruf b, juncto Bab II huruf C angka 4 huruf c Peraturan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/1/2022 tentang petunjuk teknis pelaksanaan kebijakan dan pengaturan ekspor CPO, RDB Palm Olein dan UCO,” tegasnya.

Untuk itu, tegas dia, para tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum, sebagai berikut:

“1.Adanya permufakatan antara pemohon dan pemberi izin dalam proses penerbitan persetujuan ekspor.
2.Dikeluarkannya persetujuan ekspor kepada eksportir yang seharusnya ditolak izinnya karena tidak memenuhi syarat yaitu
a.Mendistribusikan CPO atau RBD Palm Olein tidak sesuai dengan harga penjualan dalam negeri (DPO).
b.Tidak mendistribusikan CPO dan RBD Palm Olein ke dalam negeri sebagaimana kewajiban yang ada dalam DMO (20 persen dari total ekspor,” pungkasnya (gus) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.