Menakar Peluang dan Tantangan Industri Retail Pasca Pandemi

Suasana diskusi Tenant’s Coffee Break: Shopping Mall: What’s Next? In Time of Recovery” yang digelar MarkPlus secara virtual.

JAKARTA (SurabayaPost.id) – Pandemi COVID-19 menimbulkan tantangan bagi industri retail (ritel) dan pusat perbelanjaan. Pegiatnya harus bekerja ekstra keras demi mempertahankan eksistensi pasar. 

Inovasi penggunaan sarana digital bisa menjadi solusi akan keberlangsungan jual beli mereka. Sayangnya, tak semua pegiat usaha memiliki kemampuan digitalisasi yang bisa memberikan kemudahan bagi mereka. 

Untuk itu  MarkPlus, Inc menggelar “Tenant’s Coffee Break: Shopping Mall: What’s Next? In Time of Recovery”. Kegiatan berupa webinar itu dilaksanakan secara live streaming melalui chanel Marketeers TV, Kamis (29/7/2021). 

Webinar secara virtual itu diikuti 428 peserta lintas sektoral. Sebagai pembicaranya Hermawan Kartajaya, Founder & Chairman MarkPlus, Inc., Alphonsus Widjaja selaku Ketua Umum APPBI. 

Selain itu, Ivy Wong selaku Business Development Director of Pakuwon Group, Sumarno Ngadiman selaku Founder of  Eatwell Culinary Group, dan Handaka Santosa selaku Managing Director at Sogo Indonesia. 

Para pemateri dalam diskusi webinar yang digelar MarkPlus Inc.

“We are thinking about the future, apa yang harus dilakukan mall, ketika menyongsong post pandemi apalagi Indonesia menuju 2030, 2021 is the first year in a new decade. 2020 kita 

adaptasi saja seperti ketika PPKM pusat perbelanjaan tutup, dan lain sebagainya.  2021 tidak boleh lagi adaptation, harus disertai transformation. Kita harus prepare untuk new format of 

mall & new format of retail,”  ujar Hermawan Kertajaya. 

Untuk itu, lvy Wong menegaskan pentingnya menerapkan strategi Omni Channel untuk mempertahankan tenant. Sehingga tetap bertahan di tengah kegelisahan pandemi.

 “Everyone wants a new concept and something new. Saya percaya dalam kondisi sekarang akan menjadikan 1 impact bahwa online shopping akan buka pop up store di mall, supaya dapat spectrum of customer yang berbeda. At the end of the day kita harus cari satu titik untuk bisa 

kerja dengan omni channel, offline dan online, both of them have to work well together,” ungkap Ivy.

Sepakat dengan pernyataan Ivy, Handaka Santosa menegaskan pentingnya mengetahui tren 

pasar dan pentingnya customer experience. 

“Department store saat ini harus merubah  konsep, teori yang menyebut one stop shopping harus di-implement dikombinasikan dengan 

apa yang disebut customer service. Attitude dari team yang melayani juga harus beda,” tegas dia. 

Menurut dia, saat ini orang menganggap department store jualan pakaian, sepatu, kosmetik, dll. Tapi saat ini dalam rangka merubah SOGO dia mengaku sudah membuka apotik, keperluan farmasi dan booth tepat di pintu utama. “Itu agar orang juga melihat bagaimana trend kebutuhan customer,” tegas Handaka.

Pusat perbelanjaan atau mal diproyeksi masih sulit bangkit meski vaksin Covid-19 telah didistribusikan. Alasannya, didorong tingginya kekhawatiran masyarakat. Makanya kata dia,  customer confidence menjadi strategi yang wajib ditingkatkan.

Meski begitu, Alphonsus Widjaja selaku Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia menyatakan pihaknya tetap optimis terhadap keberlangsungan pusat 

perbelanjaan.

“Tenant perlu berjualan dengan konsep baru dan dengan cara yang baru, bukan hanya buka toko lalu selesai. Tugas pengelola adalah mencari titik temu kepentingan tenant dan customer,” terang dia. 

Hal itulah yang menurutnya disebut new paradigm. Sebab, bukan lagi menjual place of business tapi menjadi whole business. 

“Perusahan harus bisa dan tidak hanya menyewakan tempat. Sebab  tenant perlu sekali konsep baru yang tidak hanya berjualan saja. Di sisi lain pengelola harus bisa mencari konsep 

baru untuk konsumen yang tidak hanya menjadi tempat belanja.”, tutupnya. (@ji) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.