Pengadaan Lahan SMAN 3, Prija Jatmiko: Kalau Prosedural Tak Ada Kerugian Negara

Dr Prija Jatmiko SH MHum

BATU ( SurabayaPost.id ) – Ahli  Hukum Pidana dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya  (UB) , Dr Prija Jatmiko SH Mhum, angkat bicara terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan tanah SMAN 3  di Desa Sumbergondo,, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu,  Senin (30/11/2020).

Menurut dia, secara prosedur tidak ada kerugian uang negara. Alasannya, pengadaan tanah SMAN 3 Kota Batu pada tahun 2014 silam itu melibatkan tim apraisel. 

Meski begitu, kata dia, harus ada penilaian dari Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi (BPKP).  “Ada kerugian negaranya atau tidak, itu tinggal menunggu dari BPKP,” katanya.

Sebagaimana diketahui, Kejari Kota Batu lewat Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) jiji sedang melakukan penyidikan dugaan mark up pengadaan lahan SMAN 3 Batu. Untuk itu sudah  memeriksa puluhan saksi yqng meliputi eksekutif dan legislatif. Baik yang sudah purna tugas  maupun yang masih aktif, serta dari pihak swasta.

Jatmiko yang notabene juga sebagai saksi ahli di Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) ini juga menjelaskan soal proses penyidikan yang dilakukan Kejari Batu. Menurut dia kalau memang ada kerugian negara, baru tindak pidana korupsi itu bisa dilanjutkan. Tapi kalau tidak ada kerugian negara, menurut dia tidak usah diteruskan.

“Karena putusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) kerugian negara itu harus riill, nyata sebelum ditentukan tersangkanya. Jumlah kerugian negaranya  harus ada dan benar – benar ada kerugian negaranya,” ungkapnya.

Selanjutnya, kalau memang ada kerugian negaranya, menurut dia, itu munculnya darimana kerugian negaranya. Karena, kalau pengadaan tanah nilainya harus sesuai dengan  penilaian appraisal. “Kalau nilai penjualannya sudah dibawah appraisal,  tidak ada kerugian keuangan negara,” jelas dia.

Kecuali, lanjut dia,  kalau ditemukan bukti ada kerjasama antara appraisal dan pihak penjual serta pembeli. Menurut dian kalau tiga – tiganya itu ada kesepakatan itu  bahasa hukumnya, ada kesepakatan untuk menaikkan harga pasar bisa keliru.  

Itu, papar dia, tim appraisal, penjual dan pembeli bisa dipidana semua. Tapi kalau penjual tidak terlibat dalam penentuan harga jual itu, menurutnya itu hanya pembeli dan appraisal sudah dibawah harga pasar. “Memamg sesuai prosedur tidak ada kerugian keuangan negara,” tegasnya.

Saat disinggung terkait penyidikan yang sedang ditangani Kejaksaan Negeri Batu apakah sudah sesuai prosedural,  Jatmiko mengaku diatas kertas itu ada, tapi kalau Jaksa menafsir sendiri.

“Dalam putusan MK  No 31 tahun 2012 itu diatas kertas berkas itu ada, tapi Jaksa kalau menafsir sendiri, menurutnya dalam putusan MK No 31 tahun 2012  Jaksa memamg bisa menafsir sendiri. Tapi tafsirannya harus mengikuti harga umum saat itu,” katanya.

Itu, kata dia, dengan mengecek ke appraisal yang  menentukan harga itu, darimana kalau sudah prosedural. Karena, menurut dia, tidak mungkin penilain appraisal dan Jaksa akan berbeda jauh.

” Itu gak mungkin, rujukannya dari mana karena appraisal itu sudah tersertifikasi dan itu pejabat publik, pasti bisa dipertanggung jawabkan penentuan harganya,” jelasnya.

Saat disinggung langkah Jaksa terus berjalan sampai ke tahap penyidikan, menurut Jarmiko langkah Jaksa itu boleh – boleh saja. Mungkin Jaksa, kata dia dalam penyelidikannya ingin mengetahui ada dan tidaknya tindak pidananya.

“Mungkin Jaksa merasa adanya tindak pidana, terus menaikkan ke penyidikan. Penyidik untuk menemukan alat bukti. Mungkin Jaksa sudah punya gambaran dua alat bukti keterangan saksi atau surat atau bukti  petunjuk yang lain,” ungkapnya.

Karena,  kalau sudah dinaikkan ke sprindik, menurutnya Jaksa sudah punya alat bukti. Dan alat bukti itu, kata dia  tidak dibuka karena untuk kepentingan penyidikan.

” Cuma kalau perkara korupsi arahnya pada kerugian negara. Kerugian keuangan  negara itu harus bisa dibuktikan kerugiannya berapa. Dan dihitung dari mana. Sepanjang saya tahu melihat prosedural yang disampaikan ke saya oleh beberapa pihak,itu sudah prosedural. Karena sudah melalui penilaian appraisal,” ngakunya.

Tapi,  kalau Jaksa bisa menemukan ada persengkongkolan diluar antara appraisal dan penjual bersama pembeli, menurutnya memang ada kasus suap dan ada kerugian keuangan negara.

“Jadi bisa dua tindak pidana korupsi. Satunya bisa suap yang kedua bisa merugikan keuangan negara.Pasal 2 dan Pasal 3 nya tinggal itu saja yang harus dibuktikan oleh Jaksa dalam penyidikan itu,”  katanya.

Tetapi, kata dia, kalau tidak ada harus di SP3 dan jangan dipaksakan.Saat ditanya SOP nya berapa lama kalau sudah naik ke penyidikan untuk penetapan tersangkanya.Menurut Jatmiko tidak ditentukan.

” Ya gak ada.Pokoknya sudah dikirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP) nya ,ya terus prosedur berjalan.Kecuali ada tersangkanya yang ditahan itu hanya sebatas penahanan saja selama 60 hari,” pungkasnya ( Gus) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.