PN Kepanjen Eksekusi Rumah Warisan di Lawang, Pihak Termohon Bakal Lakukan Perlawanan

Panitera PN Kelas IB Kepanjen, Wahyu Probo Yulianto
Panitera PN Kelas IB Kepanjen, Wahyu Probo Yulianto

Lebih lanjut ia menguraikan setelah itu PN Kelas IB Kepanjen juga melakukan penyitaan supaya, kata Wahyu, objek tidak dialihkan, tidak disewakan atau tidak dipindahtangankan.

“Maka saat ini ketua pengadilan mengeluarkan penetapan untuk eksekusi pengosongan secara real. Pengadilan melakukan upaya paksa untuk mengosongkan objek tersebut dengan dibantu pihak pengamanan,” katanya.

Sementara itu, Renald Christoper SH, selaku kuasa hukum Amalia dan kawan-kawan mengatakan bahwa ada masalah dalam perjalanan perkara tersebut. Dia tidak menerima aanmaning kedua dan tiga, sekaligus tidak mendapat relaas eksekusi.

Kuasa Hukum Termohon, Renald Christoper bakal lakukan perlawanan atas eksekusi aset kliennya
Kuasa Hukum Termohon, Renald Christoper bakal lakukan perlawanan atas eksekusi aset kliennya

Pihaknya pun membenarkan bahwa empat orang tersebut merupakan saudara kandung. Tapi, ketika terkena masalah warisan, semua geger. Lantaran Takdir mengklaim bahwa dia ahli waris satu-satunya. “Dia mengganti akta kelahiran, yang awalnya dia anak terakhir menjadi pertama,” terang dia.

Menurut Renald, termohon menggunakan bukti sebuah akta nikah yang dikeluarkan KUA Lawang tahun 1950-an. Takdir juga sempat memohonkan akta pembatalan sepihak ke Dispendukcapil Kabupaten Malang. “Setelah kami telusuri, akta nikah tersebut tidak pernah dikeluarkan,” sebut dia.

Renald juga menyampaikan bila perkara tersebut merupakan konflik internal dari empat pewaris yang masih sekeluarga dengan alat bukti adanya akte lahir maupun ijazah sekolah.

“Tetapi pada faktanya, ada salah satu dari alih waris itu dugaannya memanipulasi maupun merekayasa informasi keterangan diri,” katanya.

Kini, dia sedang mengupayakan perlawanan eksekusi. Pihaknya juga sudah melaporkan Takdir ke Polda Jatim.

Ditempat yang sama, kuasa hukum Takdir, Leo A Permana membantah tudingan tersebut. Pihaknya menyebut bahwa kliennya adalah pemilik sah rumah tersebut.

“Termohon dulunya mengaku pembeli pada ibu klien saya pada 2001, tapi, jual beli itu tidak melalui PPAT, SHGB-nya pun mati,” sebut dia.

Pihaknya menyebut bahwa sudah sering berkomunikasi dengan pihak termohon untuk segera mengosongkan rumah karena putusan pengadilan. Tapi tidak berjalan baik. Pihaknya pun menyebut bahwa surat-surat yang menjadi bukti adanya pemalsuan itu tidak ada artinya.

“Setidaknya harus ada putusan pengadilan yang menguatkan argumentasi tersebut,” pungkas Leo. (lil)