Putus Mata Rantai Penularan; OTG, ODR, ODP, PDP dan Konfirm Wajib Dikarantina Secara Terpadu

Wartawan senior, M Masduki

GRESIK (SurabayaPost.id) –Penanggulangan pandemi Covid-19 di Indonesia bisa dilakukan dengan sistem karantina terpadu. Itu untuk memberi ruang gerak aktivitas ekonomi dan aktivitas kerja masyarakat.

Pendapat tersebut disampaikan wartawan senior yang juga owner SurabayaPost, M Masduki, Kamis (23/4/2020). Menurut dia, sistem karantina terpadu itu bakal mampu menjaga perputaran ekonomi dan menghemat keuangan negara.

Alasannya, kata dia, karena negara tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran ratusan triliun untuk penanggulangan masyarakat terdampak Covid19 yang jumlahnya lebih banyak daripada yang terpapar Covid-19.

“Untuk menerapkan sistem karantina terpadu kepada orang yang sedang terpapar Covid-19, pemerintah harus merubah strategi penanggulangannya. Yaitu dengan cara membuat regulasi karantina terpadu untuk dilaksanakan serentak oleh masing-masing pemerintah provinsi/kabupaten/kota dengan memanfaatkan fasilitas gedung-gedung kosong, rumah sakit dan stadion lalu disulap menjadi rumah sakit sementara.

Karantina terpadu ini kata dia, tentu berlaku bagi masyarakat yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai orang tanpa gejala (OTG) orang dalam pantauan (ODP) pasien dalam pengawasan (PDP) dan orang yang telah dinyatakan Positif atau bila perlu orang dalam resiko (ODR) Virus Corona sekaligus dikarantina secara terpadu.

Itu katanya, agar penanganan Covid-19 bisa dilaksanakan secara total. Penjaringan dan tracing ketat ini untuk memastikan supaya mereka tidak berkeliaran. Sehingga tidak berpotensi menularkan virusnya ke orang lain.

“Misalkan Kabupaten Gresik. Jumlah OTG 157, jumlah ODP 1082, jumlah PDP 122, ODR 956 dan konfirm 21 orang. Ini adalah data yang dikeluarkan oleh Satgas Covid19 Pemkab Gresik. Artinya pemerintah sudah memetakan posisi orang orang yang dinyatakan OTG, ODR, ODP, PDP dan Konfirm. Lalu dilakukan penjemputan sesuai dengan prosedur penanganan Covid-19. Kemudian dimasukkan karantina terpadu secara manusiawi dengan jaminan pengobatan, vitamin, makan sampai masa inkubasi serta dinyatakan sembuh total. Setelah itu baru dipulangkan,” ungkap Masduki.

Dengan data hasil tracing yang tepat dan akurat, tegas Masduki setelah mereka (OTG, ODP, PDP dan Positif) sudah masuk dalam karantina, tugas pemerintah tinggal melakukan pengawasan secara ketat agar mereka tidak keluar dari wilayah karantina dan menularkan virusnya ke orang lain yang sehat.

“Agar mereka tidak keluyuran, sehingga mitigasi penularan bisa dibaca dengan jelas. Karena orang orang yang disinyalir membawa virus sudah diposisi yang aman. Jika melihat data yang ditampilkan seperti sekarang, tidak ada jaminanya mereka berdiam diri di rumah. Padahal mereka semuanya berpotensi besar menular ke orang lain. Isolasi mandiri sudah tidak efektif dengan kondisi yang terpapar virus setiap hari jumlah angkanya terus meningkat. Kita sekarang tidak tahu, siapa ODP siapa OTG dan siapa PDP dan bahkan siapa yang positif tidak tahu. Jangan-jangan mereka berada di sekeliling kita, dan masyarakat lain bakal bisa dipastikan tertular,” tegasnya.

Dengan sistem yang ia uraikan tersebut, pemerintah hanya akan mengeluarkan anggaranya untuk biaya merawat mereka. Misalnya pengobatan, makan dan atau memberikan bantuan uang menyesuaikan kebutuhan selama mereka dikarantina karena tidak bisa bekerja.

“Dengan sistem karantina terpadu ini akan banyak menghemat uang negara. Artinya tidak perlu lagi memberikan sembako atau bantuan kepada masyarakat terdampak Corona. Karena dengan pemberlakuaan penanganan pandemi saat ini sangat tidak efektif. Yang sehat tidak bisa bekerja karena yang terpapar virus berkeliaran yang tidak diketahui posisinya. Kalau pertimbangannya data orang yang terpapar virus harus dirahasiakan, tidak ada masalah, karenan akan tetap dirahasiakan. Hanya negara yang boleh tahu misalkan, tetapi kan sudah tidak berkeliaran sehingga masyarakat yang sehat tidak tertular karena mereka yang didata oleh pemerintah sendiri masuk karantina,” imbuhnya.

Sayangnya saat ini pemerintah lebih memilih ‘mengkarantina’ masyarakat yang sehat dengan istilah ‘stay at home’, lengkap dengan rambu-rambunya ‘sosial ditancing’ dan ‘physical distancing’. Sedangkan orang yang terpapar virus Corona atau Covid-19 yang jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding angka penduduk yang sehat itu hanya diberi lebel OTG, ODR, ODP, PDP dan konfirm, namun tidak ada kejelasan dan kepastian bahwa mereka tidak sedang berkeliaran yang akan memperpanjang mata rantai penularan.

“Yang sehat sudah pasti stay at home. Yang OTG, ODR, ODP, PDP dan bahkan yang positif kemungkinan berkeliaran. Karena penjelasan dari pemerintah hanya menisolasi yang positif tapi sehat. Lalu yang OTG, ODR, ODP, PDP yang positif yang tidak dinisolasi di RS kemana ?. Apa jaminanya mereka melakukan isolasi sendiri atau mandiri tidak berkeliaran. Apa rumah mereka dijaga oleh pejabat negara ?,” ujarnya.

Selain itu ia juga berpendapat agar pasien yang sakit bukan karena terpapar virus sebaiknya dipisah dengan orang yang terkonfirmasi. Alasanya, menurut pakar virology, Corona tahan dikelembapan dan bisa menempel dikaca dan dinding dari droplet dan bersin.

“Misalnya di Gresik kan ada banyak rumah sakit rujukan. Agar tidak bersepkulasi dengan menularnya virus Corona yang cepat ini pasien yang sakit bukan karena Corona bisa di evakuasi atau disendirikan di RS khusus, agar aman dari jangkauan virus. Mungkin mereka bisa dirawat di RS Petrokimia Gresik misalkan. Yang terpapar Corona khusus di RS Ibnu Sina misalkan. Maka mereka akan lebih seteril dari paparan virus,” pungkasnya. (aiii)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.