Oleh: Suparto Wijoyo
SETIAP waktu ada saatnya dan setiap saat menyajikan waktunya dengan segala risalahnya. Pewahyuan Alquran pada bulan Ramadhan merupakan “dekrit teologis” yang merombak secara “radikal” status manusia bergelar Al-Amin yang semula dikenal sebagai Muhammad bin Abdullah semata, berubah menjadi Baginda Muhammad Rasulullah SAW. Ini adalah peristiwa besar yang berasal dari ungkapan suci yang kini tertera dalam Alquran, Surat Al-alaq, ayat 1-5 yang maknanya sudah banyak dihafal para pengimannya:
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Peristiwa kenabian dan kerasulan Muhammad SAW merupakan “proklamasi peradaban” yang spektakuler. Konstruksi sosial dan kenegaraan terombak secara total dari kejahiliaan, niradab, menuju era peradaban mulia. Pengaruhnya sangat luas, sehingga Rasulullah SAW menurut para ahli yang berkelas internasional, adalah sosok agung yang paling berpengaruh dalam sejarah. Tidak ada manusia, nabi dan rasul yang tingkat pengaruhnya melebihi Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Ajaran Islam pun telah Allah SWT sempurnakan melalui utusan-utusan-Nya selama itu, dengan puncak supremasi utusan di tangan Muhammad SAW. Pada spektrum itu, Islam menjadi agama paripurna sebagaimana dapat dibaca dalam Alquran.
Kesempurnaan ajaran Islam dapat dirunut dari mengatur aspek yang sangat sederhana selaksa urusan cuci tangan dan mulut sampai pada yang amat kompleks mengenai tatanan bernegara. Islam hadir dengan ajaran Rabb Yang Maha Sempurna, termasuk memberikan sesi “jeda” untuk berintrospeksi melalui mekanisme puasa Ramadhan. Puasa yang sudah diwajibkan kepada kaum-kaum terdahulu, umat-umat para utusan-Nya sebelum Nabi Muhammad SAW dengan capaian akhir berupa “derajat takwa yang suprematif”. Inilah tingkat ketaatan kepada seluruh regulasi Tuhan dalam segala segi kehidupan, karena tidak ada ruas kehidupan yang tidak mendapatkan sentuhan norma dari Allah SWT. Hidup manusia tidak imun dari intervensi Tuhan dan ramadhan memberikan lembar “sajadah” untuk meningkatkan derajat insani.
Pada lingkup itulah Allah SWT tidak membiarkan Ramadhan tanpa ornamen yang mengesankan dalam menarik hati hamba-hamnya yang beriman. Puasa sendiri adalah periodesasi spesial yang hanya diperuntukkan bagi orang-orang beriman dan atas itulah Tuhan menyediakan bonus yang supermewah berupa malam lailatul qodar. Tadarus Alquran semoga sudah sampai pada Surat Al-Qodr, ayat 1-5 yang sudah biasa dingajikan: “innaaa anzalnaahu fil lailatil-qodr, wa maa adrooka maa lailatul-qodr, lailatul-qodri khorum min alfi syahr, tanazzalul-malaa’ikatu war-ruuhu fiihaa bi’izni robbihim, ming kulli amr, salaamun hiya hatta mathla’il-fajr (sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran pada malam qadar, dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?, malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan, pada malam itu turun para malaikat dan Roh Jibril dengan izin Tuhannya, sejahteralah malam itu sampai terbit fajar)”.
Subhanallah. Orang-orang beriman berkesempatan meraih kemuliaan yang lebih utama dari seri bulan (83-84 tahun). Apabila angka itu dikalkulasikan dengan jumlah usia masing-masing orang, maka terdapat beratus-ratus tahun umur hambanya yang “merayakan malam lailatul qodar”. Inilah tonggak optimisme untuk mendapatkan “kemuliaan hidup” pada setiap sesi Ramadhan. Kini saya menyaksi betapa orang-orang beriman tengah memenuhi “halaman tauhidnya” menjemput malam kemuliaan. Malam-malam yang disyukuri dengan berkontemplasi bagi hari esok yang gemilang. Dan kalaulah hal ini yang terus diinternalisasi dalam setiap malamnya, sejatinya orang-orang beriman tidak akan pernah kehabisan “berkah malam seribu bulan”, karena malam itu telah dipatrinya pada jiwa terdalamnya. Jiwakanlah malam qodar itu hingga kita semua dalam mengarungi hari esok senantiasa berenergi kemuliaan atasnya.
Selamat berpuasa Ramadhan.
Penulis adalah :
Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup MUI Jawa Timur, Wakil Direktur Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Digitalisasi dan Internasionalisasi Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga
Leave a Reply