Renungan Hari Kebangkitan Nasional, 20 Mei 2022: MEMBACA ULANG PESAN DOKTER SOETOMO UNTUK INDONESIA MAJU


Oleh : Suparto Wijoyo
Wakil Direktur Bidang Riset, Pengabdian Masyarakat, Digitalisasi dan Internasionalisasi
Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga

PADA Peringatan Hari Kebangkitan Nasional Ke-114 Tahun, 20 Mei 2022 ini, seyogianya kita membaca kembali apa yang telah direkam oleh Goenawan Mangoenkoesoemo (1889-1929). Beliau memang siswa yang tergabung di STOVIA (School Tot Opleiding van Inlandsche Artsen) – Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra. Dari STOVIA sebuah cita-cita persatuan kebangsaan digagas dan dikristalisasi dalam wadah perkumpulan Boedi Oetomo (BO). Pembentukan BO ini mendapatkan respon hebat dari kaum terdidik Bumiputra yang duduk di bangku-bangku Sekolah, antara lain: Landsbouwschool (Sekolah Pertanian), Veeartsenijschol (Sekolah Dokter Hewan), Hoofdenschool (Sekolah Kepala Negeri), Opleidingschool, Kweekschool bagi Guru, termasuk Burger-Avondschool (Sekolah Malam untuk Penduduk).


Pendirian BO dari Gedung STOVIA Jakarta tanggal 20 Mei 1908 merupakan jawaban atas kebutuhan zaman. Kaum terdidik terpanggil berbuat terbaik bagi rakyat. Peristiwa demi peristiwa yang menggambarkan penderitaan lahir batin rakyat menyembulkan hasrat para cendekia untuk memperkuat persatuan nasional melalui BO. Penderitaan rakyat direkam amat jelas dalam tulisan Goenawan Mangoenkoesoemo mengenai Lahirnya Boedi Oetomo (1908-1918). Terdapat telisik kejadian yang membuat miris yang menimpa bangsa ini.


Diceritakan tentang sengsara yang mendera penduduk Hindia Belanda di berbagai arena umum: di trem, di kereta api, di lapangan bola, kaum Bumiputra mempunyai nilai tidak lebih dari keset kaki, seperti seekor anjing yang dilempari batu oleh anak-anak di jalan besar. Lebih dari itu, nestapa bangsa ini ditorehkan. Di Hindia Belanda, leluhur kita memanen caci maki. Mereka sengaja menggunakan kata inlander untuk menyakiti hati, merendahkan, menjelekkan bahwa ini adalah bangsa yang malas, bodoh, jorok, kejam, tak tahu terima kasih, dan tak berperasaan. Inilah penghinaan yang diterima moyang kita saat kolonialis tertahta.


Kehadiran BO pun diyakini memberi harapan yang menggetarkan jiwa-jiwa kebangsaan. Dokter Soetomo menawarkan semangat batin dengan ungkapan tangkas, yakni: “selain diri kita sendiri, tidak ada yang akan menolong kita: tolonglah dirimu sendiri, dan Tuhan pun akan menolongmu”. Maka tepat dipuncak peneguhan BO tanggal 20 Mei 1908, Dokter Soetomo dalam pidato yang nasionalistis itu bersumpah bahwa “hari depan tanah air kita terletak di tangan kita”.
Ini “pusaka kata” yang harus dijiwaragakan oleh kita semua. Generasi milenial yang lagi asyik di “papan selancar” perkembangan teknologi digital, mutlak diajak mengerti. Peringatan Harkitnas bagi Generasi Z Indonesia terpotret semakin menimpuk kesadaran bernegara mereka. Anak-anak zetizen ini sedang menyaksikan perjalanan bangsanya yang berkelindan memasuki babak historis yang amat mengkhawatirkan. Mereka menyimak dengan seksama. Polarisasi emosi publik yang segmental acapkali menguras energi. Hal ini harus dipungkasi. Jangan warisi Generasi Z dengan dendam dan kebencian yang rasis. Renungkanlah bahwa masa depan NKRI sedang dipertaruhkan justru di saat 114 tahun Harkitnas, masa Generasi Z menapaki ritme biologis beranjak akil-baligh.
Literatur telah menorehkan literasi hadirnya periodesasi generasi: Waktu usai Perang Dunia II, 1946-1964 dipatok era Generasi Baby Boomer. Tarikh 1965-1980 merupakan ajang waktu Generasi X yang menghantar hadirnya Generasi Y, berdurasi 1981-1994. Adapun Generasi Z, berkurun 1995-2010, suatu generasi yang beratribut i-Generation, Generasi-Net., bibit keberlanjutan Generasi Y yang keluar dari rahim Generasi X. Kini zaman sedang menyemai Generasi Alpha, 2011-2025.


Sadari bahwa Generasi Z merupakan penggenggam jejaring multitasking. Inilah Generasi serba gadget dengan penguasaan beragam vitur serta akses informasi tak berbatas. Aplikasi digital menjadi kebutuhan hidupnya yang menyibak dunia amat berbeda dengan tata hidup Generasi X dan Y. Mempersiapkan Generasi Z yang memiliki supremasi digital sejurus hadirnya Generasi Alpha yang berkeunggulan nanoteknologi, adalah panggilan takdir. Tugas orang tua membekali generasi milenial dengan merabuki nilai-nilai nasionalismenya dalam tataran negara bangsa (nation state). Kiprah anak milenial wajib global, tetapi tetap berpijak kepentingan nasional sedasar adegium think globally – act locally.


Generasi milenial inilah yang akan memainkan peran seabad NKRI (2045). Umur mereka dikualifikasi masuk fase paling produktif (30-50 tahun). Enterprising spirit yang gaspol harus rawat dengan semangat patriotisme-solidaritas sosial. Hal ini sehaluan dengan makna Harkitnas 20 Mei 1908, tempus pendirian organisasi BO. Generasi Z niscaya diasupi pengajaran kelahiran BO yang disorong para cerdik pandai di STOVIA. Gelorakan jiwa heroik 1908 dalam sanubari Generasi Z. Move on untuk memperkokoh NKRI dengan harkat, martabat, dan kehormatan sebagai bangsa berdaulat. Belajar pada gerakan BO, generasi milenial memahami bahwa kebangkitan nasional dikonstruksi dari keterpanggilan kaum terdidiknya bagi kemajuan bangsa.


Pada konteks ini, ungkapan Elon Musk yang tertarik mengenai masa depan Indonesia kepada Presiden Jokowi adalah “sesuatu banget”. Bagi Elon, Indonesia terlihat sangat optimistis menghadapi masa depan dan memiliki potensi yang besar. Kekayaan alam dan kebijakan investasi menjadi daya tariknya. Berita berbagai media massa bahwa ketertarikan Elon Musk kepada potensi Indonesia (16/5), bagi saya merupakan bagian “peta jalan terang” masa depan yang semakna Harkitnas. Energi baru dan terbarukan adalah komitmen internasional yang harus digeluti kaum milenial Indonesia.


Telah dikabarkan bahwa Tesla melirik Indonesia karena negara ini memiliki beberapa tambang tembaga, nikel dan timah terbesar dunia. Nikel adalah bahan utama pembuatan baterai yang dibutuhkan untuk mobil listrik. Investasi di bentara green energy adalah pilihan penting masa depan, seiring terjadinya transformasi kesadaran ekologis dari energi fosil ke energi ramah lingkungan. Kolaborasi, inovasi, dan energi terbarukan adalah pilar utama hari-hari mendatang, dimana kaum milenial berkehidupan. Harkitnas ini adalah saat yang tepat generasi milenial menggelorakan pesan Dokter Soetomo untuk Indonesia Maju: hari depan tanah air kita terletak di tangan kita.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.