Forkot : KEK JIIPE Berpotensi ‘Caplok’ PAD dan ‘Singkirkan’ Tenaga Kerja Lokal

GRESIK (SurabayaPost.id)–Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang akan diberlakukan di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Kecamatan Manyar, Gresik bakal mengancam pendapatan negara dan pendapatan asli daerah (PAD) serta menutup peluang kerja tenaga asli daerah. KEK juga sangat berpotensi memberi peluang investasi asing untuk mengeruk sumber daya alam Indonesia.

Menurut Haris Sofwanul Faqih Ketua Forum Kota (Forkot) Gresik yang getol menolak rencana KEK di JIIPE mengatakan, dalam RUU KEK PBB telah membebaskan pajak daerah dan PPh (pajak penghasilan) di pasal 21 yang akan menimbulkan potensi kehilangan pendapatan untuk penghapusan retribusi daerah. Sedangkan pembangunan KEK tidak hanya APBN tapi juga APBD. Akibatnya, menimbulkan utang yang cukup besar untuk membangun.

“PAD sangat berpotensi di caplok KEK. Nah bagaimana bisa membangun kalau tidak ada pendapatan. Dan tenaga lokal bakal tersingkir karena tenaga dari luar banyak yang masuk. Jika KEK benar-benar diberlakukan maka masyarakat bakal kesulitan mencari kerja, karena tersingkir oleh persaingan yang sulit dikontrol pemerintah daerah,” ungkap Bogel panggilan akrab Haris Sofwanul Faqih, Selasa (4/2).

Menurutnya, fasilitas nonfiskal yang diberikan antara lain pertanahan, imigrasi, ketenagakerjaan, layanan satu atap (one stop shop) perizinan, pembebasan bidang usaha. Sedangkan fasilitas fiskal pembebasan fasilitas kepabeanan pada RUU KEK, seperti bea masuk, cukai serta PPN dan PPnBM.

“Penerimaan negara dari pajak tidak sebanding dengan potensi kerugian akibat pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal,” tandasnya.

Semenatar itu, terkait dengan tudingan JIIPE terhadap Pemkab Gresik yang dianggap menghambat perijinan KEK, melalui Kepala Inspektorat Pemkab Gresik, Edi Hadi Siswoyo membantahnya.

Meski Edi mengakui manajemen JIIPE sudah mengajukan permintaan rekomendasi bupati sejak setahun lalu. Namun rekomendasi yang diminta belum turun karena ada sembilan dokumen persyaratan yang belum dipenuhi pihak JIIPE.

Sembilan dokumen tersebut merupakan kewajiban pihak pemohon untuk dipenuhi sesuai isyarat pasal 12 ayat (2) Pepraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

“Bagaimana mungkin dikeluarkan rekomendasi ijin jika persyaratan belum dipenuhi oleh pemohon, dalam hal ini pihak JIIPE,” kata Edi.

Menurut Wakil Ketua DPRD Gresik Ahmad Nurhamim KEK adalah program dari pemerintah pusat yang langsung dibawah komando Presiden, artinya sulit untuk ditolak. Karenanya daerah harus cerdas menyikapi KEK yang saat ini sedang gencar diperbincangkan dan dikhawatirkan banyak pihak.

“Kita harus cerdas menyikapi KEK yang kini sedang ramai jadi perdebatan. Karena jika hanya menolak dengan alasan ketakutan-ketakutan yang tidak berdasar tidak akan menyelesaikan persoalan. Karena KEK program pemerintah pusat yang harus dijalankan pemerintah daerah yang ketepatan berpotensi dijadikan KEK seperti JIIPE ini,” karanya.

Dikatakanya, padahal dari luas lahan JIIPE yang mencapai 3000 hektar hanya 200 hektar saja yang hendak digunakan KEK. Rencananya JIIPE akan membuka kawasan berikat barang-barang elektro dari luar negeri. Makanya butuh regulasi untuk menyikapi KEK agar pemerintahbtetap eksis tidak kehilangan PAD dan peluang tenaga kerja asli daerah.

“Sebenarnya kecil, dari 3000 hektar yang ada di JIIPE hanya 200 hektar yang akan digunakan untuk KEK. Soal lapangan kerjabdaerah harus mampu membuat regulasi soal rekrutmen tenaga kerja melalui pelatihan pelatihan yang di jamin oleh pemegang manajemen KEK. Seperti di Petro ada Lolapil, sehingga putra daerah tidak akan kehilangan aset kesempatan kerja. Kita butuh cerdas untuk menyikapi perkembangan ekonomi global. Kalau tidak ya kita akan mati dilumbung padi,” pungkasnya.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.